Buby Ticoalu - Harta yang Paling Berharga
- mdcsbysystem
- 9 Agu
- 14 menit membaca
Catatan Khotbah: “Harta yang Paling Berharga.” Ditulis ulang dari sharing Bp. Pdt. Buby Ticoalu di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 3 Agustus 2025.
Bila selama ini kita berada di dalam keadaan yang baik, semuanya itu dapat terjadi karena kita memiliki Tuhan yang baik dan kasih setia-Nya tidak pernah berubah di dalam hidup kita. Tetapi bila seandainya kita mengalami keadaan yang begitu berat, sama seperti yang dialami oleh nabi Yeremia sampai dirinya mengatakan,
“Terkutuklah hari ketika aku dilahirkan! Biarlah jangan diberkati hari ketika ibuku melahirkan aku! Terkutuklah orang yang membawa kabar kepada bapaku dengan mengatakan: “Seorang anak laki-laki telah dilahirkan bagimu!” yang membuat dia bersukacita dengan sangat.”” (Yeremia 20:14-15).
Ingatlah bahwa seberat apa pun permasalahan yang sedang dihadapi, biarlah kita memiliki keyakinan yang sama seperti Yeremia yang berkata,
“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Ratapan 3:22-23).
Bagian Pertama: Apa yang Kita Kejar dalam Hidup?
“Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.” (Matius 13:44-46).
“Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamnya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara-mutiara yang indah. Setelah ditemukannya satu yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.” (Terjemahan Baru Edisi 2).
Perumpamaan di atas bukanlah soal “jual beli keselamatan”, tetapi lebih berbicara tentang nilai yang tak ternilai dari Kerajaan Allah dan juga hadirat-Nya—yang karena begitu berharganya hingga dinilai layak untuk meninggalkan segala sesuatu demi memperolehnya.
Kontras Nilai Dunia vs. Nilai Kekal.
Pada suatu hari Pdt. Buby bersama istrinya menonton sebuah film dokumenter yang bercerita tentang kehidupan Martha Stewart, di sebuah layanan streaming video berlangganan.
Dunia memang mengenalnya sebagai seorang perempuan yang sangat sukses, tetapi dalam sebuah wawancara ketika ditanya apakah dirinya benar-benar bahagia dan dapat menikmati semua kesuksesan tersebut, sama seperti yang dilihat dan dibayangkan oleh kebanyakan orang.. dirinya menjawab pertanyaan tersebut,
“If you want to be happy for a year, get a spouse. If you want to be happy for a decade, get a dog. But if you want to be happy for the rest of your life, make a garden.”
“Kalau kamu ingin berbahagia selama satu tahun, carilah pasangan. Kalau kamu ingin berbahagia selama sepuluh tahun, peliharalah anjing. Tetapi bila kamu ingin berbahagia di sepanjang hidupmu, maka buatlah kebun indah di rumahmu.”
Kutipan di atas seolah menyindir pola pikir dunia tentang kebahagiaan yang bersifat jangka pendek dan hanya sekadar berbasis konsumsi. Banyak orang hari-hari ini hanya sebatas mencari hidup bahagia dengan membangun “banyak taman” di hidupnya yang berwujud rumah, investasi, karier, komunitas sosial—tetapi tidak menyadari bahwa tanpa adanya hadirat dan penyertaan dari Tuhan, semuanya itu hanyalah sia-sia belaka.
Tetapi bandingkan dengan panggilan Injil yang terletak di dalam Matius 13:44-46, yang tidak menawarkan “kebahagiaan praktis” melainkan sukacita yang sifatnya kekal.
Kekaguman Sang Pemazmur.
“Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya;” (Mazmur 19:2).
Ayat di atas menggambarkan kekaguman yang dimiliki Daud sang pemazmur, yang melihat langit buatan Allah dan mengagumi kebesaran-Nya.
“Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah.” (Mazmur 19:8-11).
Daud juga mengagumi Taurat / Firman Tuhan yang begitu sempurna dan menyegarkan jiwa, yang berlaku untuk selamanya, dan tidak hanya untuk kurun waktu beberapa tahun saja. Firman Tuhan tersebut digambarkan begitu menyukakan hati, dan membuat mata bercahaya. Apa yang dikagumi dan dialami pemazmur, semua firman dan keberadaan Tuhan itu sifatnya jauh lebih berharga daripada emas, dan bahkan banyak emas tua.
Perhatian Daud tertuju hanya kepada eksistensi / keberadaan Allah yang begitu berdaulat, yang sanggup menjadikan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada. Firman-Nya begitu sempurna dan menyegarkan hidup, memberikan sukacita, dan bahkan lebih dari segala harta yang dapat dinikmati, yang berasal dari dalam dunia ini.
Inilah yang dimaksud Matius 13:44-46, yang mengibaratkan seperti harta yang terpendam. Bahkan di Terjemahan Baru Edisi 2 ditulis,
“ditemukannya satu yang sangat berharga.”
Karena yang satu ini begitu sangat berharganya, iapun pergi menjual seluruh miliknya, lalu membeli satu mutiara yang sangat berharga itu.
Disclaimer: Dengan demikian, apakah kita bisa mengatakan bahwa emas itu tidak berharga? Apakah madu rasanya kurang manis? Apakah harta benda yang merupakan berkat dari Tuhan dan kita dapat menikmatinya.. adalah sesuatu yang tidak baik dan tidak berharga, di dalam hidup ini?
Jawabnya adalah semua tetap berharga, tetapi ada perbedaan ketika kita menemukan “harta terpendam” yang nilainya jauh lebih berharga dari segala harta berharga yang berasal dari dunia ini.
Seperti Anak yang Disapih.
“Nyanyian ziarah Daud. TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau hal-hal yang terlalu ajaib bagiku. Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.” (Mazmur 131:1-2).
Arti kata disapih adalah proses menghentikan pemberian ASI (air susu ibu) pada bayi, dan mengalihkan kebutuhan nutrisinya ke makanan atau minuman lain. Proses ini terjadi ketika bayi sudah tidak lagi menyusu langsung dari ibu dan biasanya dilakukan secara bertahap, terutama setelah bayi mulai makan makanan pendamping ASI (MPASI) sekitar usia 6 bulan, serta biasanya tuntas sekitar usia 2 tahun, sesuai dengan anjuran dari WHO / Organisasi Kesehatan Dunia.
Ketika proses ini terjadi, seorang anak akan merasa tidak nyaman, sehingga dirinya terus menangis dan memberontak, serta tetap memaksa untuk meminta susu ibunya. Anak tersebut akan terus menangis, sampai akhirnya ketiduran di dekapan ibunya.
Daud menggambarkan hubungannya dengan Allah itu sama seperti seorang anak yang disapih dan berbaring di samping ibunya. Dengan kata lain Daud ingin berkata pada setiap kita,
“Sekalipun aku tidak selalu mendapatkan apa yang aku mau, dan tidak semuanya aku selalu dipuaskan.. tetapi aku mendapat ketenteraman hanya berada di dekat Allah, sama seperti seorang anak yang berada di dalam dekapan ibunya.”
Di tengah berbagai proses untuk belajar bertumbuh dewasa secara rohani, terkadang kita diizinkan untuk menghadapi banyak pergumulan, kepahitan, dan juga tantangan di dalam kehidupan.
Tetapi “harta terpendam” yakni the presence of God Himself / hadirat Allah yang mulia, yang merupakan the most valuable treasure / harta yang paling berharga.. itulah yang membuat kita dapat tenteram, di dalam menjalani kehidupan ini.
Mungkin saja apa yang terjadi tidak sama persis seperti apa yang kita doa dan harapkan selama ini, tetapi orang tua sejati tidak akan pernah meninggalkan anak-anaknya. Memang mereka tidak selalu memberi apa yang diinginkan anaknya, dan walaupun anaknya berteriak dan menangis, tetapi seorang anak dapat tenteram karena berada di dekat perlindungan kedua orang tuanya.
Demikian pula hal yang sama di dalam pelukan dan pemeliharaan Tuhan, ada genggaman tangan-Nya yang erat dan hangat, di mana kita mendapat ketenteraman di dalam hadirat-Nya. Bapa yang sejati selalu menyertai dan tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian, di dunia ini.
Karena itu dekat dengan Tuhan adalah sumber ketenangan dan juga kedewasaan rohani, sama seperti seorang anak yang disapih,
Dirinya belajar untuk tetap tenang, dan tidak bergantung pada kenyamanan lahiriah.
Melaluinya lahir pertanyaan,
“Apakah yang kita anggap sebagai sumber kebahagiaan utama di dalam hidup, selama ini? Apakah kita benar-benar mengejar Kerajaan Allah, sama seperti mengejar harta terpendam?”
Doa David Livingstone.
“Tuhan, utuslah aku ke mana saja, asal Engkau menyertaiku. Taruhlah beban seberat apa pun di pundakku, asal Engkau memberiku kekuatan. Dan ambillah semua yang terbaik dariku, asal jangan Kau ambil hati yang mengasihi dan melayani-Mu.”
Penyertaan Tuhan adalah the most valuable treasure / harta yang paling berharga bagi David Livingstone, dan juga bagi setiap kita. Inilah harta yang paling berharga yakni sovereign God / Allah yang berdaulat yang mengatur jalannya kehidupan semesta ini, mau berjalan bersama dengan kita.
Semua terjadi bukan karena kuat dan hebatnya kita, tetapi karena ada Tuhan yang menolong dan menopang setiap kita. Firman-Nya berkata,
“Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.” (Ulangan 8:17-18).
“Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.” (Zakharia 4:6).
“janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.” (Yesaya 41:10).
Inilah yang disebut dengan menemukan “harta luar biasa”, sama seperti yang ditulis di Matius 13:44-46. Berkat yang Tuhan berikan di dalam dunia ini memang tetap ada nilainya, tetapi penyertaan Tuhan jauh lebih bernilai dari semuanya itu.
Hari-hari ini kita juga harus waspada dengan berbagai ketamakan, kerakusan, dan juga kelicikan yang ada di dalam hati manusia. Jauh-jauh hari Tuhan Yesus sudah mengingatkan setiap kita,
“Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.” (Matius 15:11).
“Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban? Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang.” (ayat 17-20a).
Melihat Pelayanan Sebagai Kehormatan, Bukan Pengorbanan.
Pelayanan bukanlah pengorbanan, tetapi sesungguhnya kehormatan. Karena itu jangan melihat dari sudut pandang apa yang sudah kita korbankan saja, tetapi pandanglah sebagai sebuah privilege / hak istimewa yang sudah Tuhan berikan di dalam hidup kita untuk melayani-Nya.
Inilah seseorang yang menemukan harta tak ternilai. Sama seperti Paulus yang mengatakan,
“Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus,” (Filipi 3:7-8).
Bukannya berkat yang sudah Tuhan berikan di dalam dunia ini menjadi tidak berharga, tetapi pengenalan kita akan Kristus jauh melebihi semuanya itu. Karena itulah Paulus benar-benar menjadi puas dengan pribadi Tuhan. Bahkan pada saat dirinya diizinkan,
“Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.” (2 Korintus 12:7-8).
Paulus dapat menerima dan menjadi puas setelah Tuhan menjawab permohonan doanya,
“Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” (ayat 9).
“Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” (ayat 10).
Kasih Karunia dari Tuhanlah yang memampukan Paulus untuk tidak pernah menyesal dan merasa mengalami kerugian, ketika menjalani panggilannya. Pelayanan yang dilakukan Paulus dianggapnya bukan sebagai pengorbanan, tetapi sebuah kehormatan yang telah diberikan, untuk dapat melayani Raja di atas segala raja.
Keyakinan yang dimilikinya inilah yang juga diungkapkan pada raja Agripa,
“..kepada penglihatan yang dari sorga itu tidak pernah aku tidak taat.” (Kisah Rasul 26:19).
Paulus menganggap begitu bernilai Pribadi Tuhan Yesus yang telah menjumpai dan memberi panggilan di dalam hidupnya, di tengah perjalanannya (ayat 12-18). Di hadapan raja Agripa, Paulus tidak menyombongkan diri terhadap penglihatan tersebut, tetapi dirinya mau taat untuk bersaksi dan melakukan apa yang sudah diperintahkan Tuhan Yesus, di dalam hidupnya.
Karena itulah the most valuable treasure / harta yang paling berharga yang bisa kita dapatkan adalah Pribadi Tuhan Yesus sendiri yang mau berjalan bersama kita, di dalam hidup ini.
Bersama dengan Tuhan Yesus ada ketenangan dan damai sejahtera di dalam hati, inilah harta yang jauh lebih bernilai dari apa pun juga yang berada di dalam dunia ini. Bukan berarti lainnya tidak bernilai, tetapi Pengkhotbah mengatakan,
“Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.” (Pengkhotbah 1:2).
Tetapi di akhir kitab Pengkhotbah dikatakan,
“Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat.” (12:13-14).
Pada suatu hari Pdt. Buby bertemu dengan seorang Ibu yang mengalami penyakit serius yang tidak kunjung mendapat kesembuhan, dan ingin agar Tuhan dengan segera mengakhiri hidupnya karena sudah tidak kuat menahan rasa sakitnya. Tetapi Pdt. Buby mengingatkan bahwa perkara seseorang dilahirkan ke dalam dunia dan kapan waktu berpulang, semuanya adalah kedaulatan Tuhan. Kita tidak dapat memaksa-Nya untuk berjalan sesuai dengan kehendak kita sendiri.
Charles Spurgeon yang merupakan seorang hamba Tuhan yang dijuluki The Prince of Preachers, hidupnya sendiri menggambarkan dedikasi yang dilandasi cinta, bukan hanya sekadar kewajiban. Pada suatu kali ketika Tuhan mengizinkan dirinya bergumul dengan sakit penyakit, dirinya mengatakan..
“Aku sendiri adalah seorang Ayah yang tidak rela dan tidak kuat melihat anakku menderita dan menahan rasa sakit. Masa Bapa di Surga rela melihat diriku menahan rasa sakit ini? Tetapi di dalam rasa sakit dan juga air mata, aku mau merasa puas dengan Pribadi Tuhan. Dia selalu setia menyertai, bahkan di dalam masa yang penuh dengan linangan air mata sekalipun, Dia tidak akan pernah meninggalkanku sendirian.”
Inilah harta luar biasa yang bisa kita dapatkan.
Paulus mengatakan,
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28).
Dia turut bekerja di dalam segala sesuatu, dan hal ini memiliki arti bahwa segala sesuatu itu masih berada di dalam kendali Allah yang berdaulat dan yang terbaik atas umat-Nya. Memang, yang namanya hidup ini tidak akan pernah lepas dari apa yang namanya pergumulan, tetapi tetaplah percaya dan meyakini bahwa kita memiliki Pribadi Tuhan Yesus sebagai “harta yang terbesar”. Dia sangat menyayangi setiap kita.
Karena itulah Dia mengatakan,
“Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” (2 Korintus 12:9).
Bagian Kedua. Ketika Tuhan Mencari Harta Kesayangan-Nya.
“Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamnya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara-mutiara yang indah. Setelah ditemukannya satu yang sangat berharga, iapun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu.” (Terjemahan Baru Edisi 2).
Bila di bagian pertama berbicara tentang setiap kita yang memandang Pribadi Tuhan Yesus sebagai the most valuable treasure / harta yang paling berharga yang bisa kita dapatkan, maka di bagian kedua ini kita akan belajar dari sudut pandang Tuhan.
Kita akan belajar siapa yang menemukan satu mutiara yang sangat berharga ini? Itulah Pribadi Tuhan Yesus yang menemukan kita, sebagai umat dan harta kesayangan-Nya sendiri.
Firman Tuhan mengatakan,
“Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi.” (Keluaran 19:5).
“Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya.” (Ulangan 7:6).
“Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.” (1 Petrus 2:9-10).
Kita adalah umat kesayangan-Nya, dan begitu berharga di mata Tuhan. Firman-Nya berkata,
“Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu.” (Yesaya 43:4).
“Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” (Lukas 12:6-7).
Selain itu firman Tuhan juga mengatakan pada kita bagaimana keadaan manusia,
“seperti ada tertulis: “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah.” (Roma 3:10-11).
Di ayat di atas dikatakan “..tidak ada seorangpun yang mencari Allah.” Tetapi Tuhan Yesus mencari dan membayar lunas hidup kita bukan dengan perak dan emas, tetapi membeli kita dengan darah Anak Domba yang tak bercacat cela, yakni diri-Nya sendiri. Kita telah diselamatkan karena adanya anugerah dari Tuhan. Firman-Nya berkata,
“Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Petrus 1:18-19).
Di pandangan-Nya, kita adalah umat kesayangan-Nya. Tuhan Yesus datang untuk menemukan kita dan menyimpannya sebagai milik-Nya yang paling berharga. Dia “menjual” semua milik-Nya, rela meninggalkan segala kemuliaan Surga dan turun ke dunia, untuk menebus dosa-dosa kita.
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Filipi 2:5-8).
Dia rela bukan hanya untuk lahir di palungan domba, tetapi juga rela dan mengambil rupa menjadi seorang hamba supaya kita yang percaya dapat menjadi anak-anakNya. Dia rela meninggalkan segala kekayaan Surga dan menjadi sama seperti manusia, hanya untuk satu mutiara yang sangat berharga yakni, diri kita.
“Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetanggan serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan.” (Lukas 15:4-7).
Ayat di atas menunjukkan pada kita bahwa Tuhan Yesus datang untuk mencari dan menyelamatkan setiap kita, His most valuable treasure / harta-Nya yang paling berharga. Dia mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib, untuk menebus setiap kita.
Kisah Anak yang Hilang.
“Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.” (Lukas 15:20).
Begitu berharganya diri kita, sama seperti kisah anak bungsu yang terhilang. Saat anaknya memutuskan untuk kembali, di ayat di atas dikatakan saat masih jauh, ayahnya telah melihatnya terlebih dahulu dan berlari untuk mendapatkannya. Siapa yang melihat siapa? Bukan anaknya yang melihat ayahnya, tetapi ayahnya yang melihat anaknya terlebih dahulu. Hal ini adalah perlambang dari belas kasih yang aktif.
Hal yang sama seperti ayah di dunia yang rela mengejar anak bungsunya terlebih dahulu, demikian pula Tuhan Yesus yang merelakan Diri-Nya untuk disalib, meninggalkan segala kemuliaan Surga, demi menebus dosa-dosa kita.
Seharusnya salib adalah harga yang harus kita tanggung akibat dari perbuatan dosa kita. Tetapi Dia mau menanggungnya, karena ingin melihat hubungan kita bersama dengan Bapa dipulihkan. Kita yang tidak layak, kini dilayakkan-Nya.
Dari mulut-Nya yang suci Dia berkata,
“Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34).
Bapa mau memeluk dan mencium anaknya yang sebelumnya terhilang, dan kini telah kembali. Tidak peduli keadaan anaknya yang begitu kotor..
Bila kuingat cinta Tuhanku,
Ku tidak mau mundur lagi..
Kita memiliki the most valuable treasure / harta yang paling berharga yakni, keberadaan Tuhan Yesus sendiri yang menyertai hidup kita. Tetapi dari sudut pandang Allah, kita adalah umat dan harta kesayangan-Nya yang paling berharga.
Tetapi tidak berhenti hanya sampai kita menjadi umat kesayangan-Nya, Paulus berkata..
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Roma 12:1).
Kita diselamatkan bukan hanya untuk menikmati berkat dari Tuhan saja, tetapi supaya kita menjalani kehidupan yang tidak menyia-nyiakan anugerah-Nya. Jangan sampai manusia rohani kita dicemari oleh nilai-nilai yang berasal dari dalam dunia ini, yang sudah tercemar dengan segala bentuk ketamakan dan kerakusan. Tinggalkan “kandang babi” dan jangan berpikir untuk kembali ke sana.
Firman Tuhan mengatakan,
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2).
Kalau kita tahu kita memiliki “harta yang luar biasa”, kita sendiri adalah harta kesayangan-Nya.. Marilah menjalani hidup ini dengan melakukan apa yang berkenan dan memuliakan nama Tuhan.
Keajaiban dan kasih Tuhan jauh melampaui apa yang dapat kita pikirkan dan renungkan. Karena itulah kita membutuhkan pertolongan dari Tuhan agar kita tidak hanya mengerti dan memahami rencana-Nya tetapi juga menghayati dan mengaplikasikan, serta mewujudnyatakan dengan melakukan kebenaran firman Tuhan.

Jangan pernah biarkan anugerah Tuhan berlalu dengan sia-sia, sebaliknya jadikan diri kita menjadi hamba yang setia, tidak mendukakan hati Tuhan yang begitu mengasihi setiap kita.
Tetaplah setia mengiring Tuhan, sampai kita tiba di garis akhir kehidupan dan mendengar Dia berkata,
“Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu.” (Matius 25:23).
Pertanyaan Refleksi.
Apakah hari-hari ini kita sedang membangun “taman kita sendiri,” atau kita benar-benar mengejar Allah dan hadirat-Nya yang mulia, sebagai harta yang sejati?
Apakah kita rela untuk “menjual segalanya” demi memiliki mutiara itu—Kristus sendiri?
Apakah pelayanan dan pengabdian kita selama ini muncul dari kesadaran bahwa kita ini adalah harta kesayangan-Nya, yang telah ditebus dengan harga yang sangat mahal?
Amin. Tuhan Yesus memberkati..





Komentar