Lydia CSES - Finding Hope in God
- mdcsbysystem
- 22 Des 2024
- 10 menit membaca
Catatan Khotbah: “Finding Hope in God.” Ditulis ulang dari sharing Ibu Pdt. Lydia CSES di Ibadah Perayaan Natal Bersama “New Hope”, di Hari Kedua, pada Tgl. 13 Desember 2024.
Bagaimana kita bisa mendapat pengharapan di tengah keadaan yang terlihat penuh dengan kondisi yang begitu mengecewakan? Bagaimana caranya kita masih dapat menatap masa depan dengan iman dan penuh pengharapan, sementara situasi yang sedang dihadapi hari-hari ini terlihat begitu banyak hal tidak pasti dan tidak memungkinkan bagi kita, untuk tetap berdiri teguh di dalam-Nya?
Ratapan 3:1–19.
Penghiburan dalam Penderitaan, adalah judul yang dipakai untuk perikop di dalam kitab Ratapan 3.
Di dalam ayat 1-19 diceritakan pada kita bagaimana keadaan sang penulis dari kitab Ratapan yang saat itu terlihat terpuruk. Bahkan dirinya mengalami penderitaan batin karena merasa Tuhan sudah tidak lagi menjawab berbagai permohonan doanya dan dikepung dari berbagai macam sisi, sehingga hal ini membuat dirinya lupa akan apa makna sesungguhnya dari kebahagiaan, akibat beratnya murka Tuhan yang terjadi atas bangsanya.
Di dalam ayat 1-19 juga diceritakan pada kita bagaimana sang penulis merasa sepertinya Tuhan sedang mengarahkan telunjuk-Nya di dalam hidupnya. Sebuah gambaran di mana hidup yang dijalani dalam keadaan penuh penderitaan, karena yang diingat hanyalah penyesalan dan juga berbagai kata “Seandainya..”
Kata “Seandainya” bisa juga dialami di dalam kehidupan kita hari-hari ini misalnya,
“Seandainya aku tidak di-PHK, mungkin keadaannya tidak menjadi seperti ini..”
“Seandainya aku tidak mengalami sakit penyakit yang tak kunjung sembuh, mungkin aku tidak akan mengalami keadaan terpuruk sampai seperti ini..”
Dan banyak cerita “Seandainya” lainnya, yang di mana kata ini membuat banyak orang tidak bisa untuk berdamai dengan apa yang terjadi di masa lalunya, berdamai dengan kegagalannya, dan juga berdamai dengan kondisinya yang sekarang. Sehingga yang muncul pada akhirnya adalah,
“Semakin cerita “Seandainya” itu diingat, maka semakin tertekan pula jiwa dan hidupnya.”
Inilah yang dipaparkan sang penulis tentang bagaimana keadaan dari umat Allah pada saat itu, di mana mereka seharusnya menikmati apa yang dijanjikan-Nya yakni, “suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya”.
Tetapi alih-alih menikmati janji-Nya, mereka malah dibuang dari negaranya sendiri, stateless / tidak memiliki identitas negara, ditindas bangsa Babel, dan Bait Suci yang merupakan pusat dan tempat ibadah yang hampir 50 persen kegiatan keagamaan mereka dilakukan di tempat ini.. dihancurkan oleh bangsa asing. Kita bisa membayangkan apa yang terjadi bila bangunan ini tidak ada, mereka dapat mengalami ketidakseimbangan dalam menjalankan berbagai kegiatan keagamaan mereka.
Karena itu bersyukurlah bila kita masih dapat memuji dan menyembah Tuhan, mendengar firman-Nya diberitakan di dalam gereja dengan nyaman dan tanpa ada gangguan apa pun.
Di Yerusalem juga terdapat Western Wall / Tembok Ratapan, yang merupakan tempat penting dan dianggap suci oleh orang Yahudi. Tembok ini adalah sisa dinding Bait Suci di Yerusalem yang dibangun oleh Raja Herodes. Bangunan ini hancur ketika orang-orang Yahudi memberontak pada saat pemerintahan Romawi, pada tahun 70 Masehi.
Orang-orang Yahudi sering menangis di tembok ini karena mereka rindu agar bangunan ini pada suatu hari kelak dapat dibangun kembali. Sebuah pemandangan yang sungguh ironi, umat Allah yang seharusnya mengalami “banyak hal baik” tetapi justru malah terpuruk di dalam kemiskinan dan juga dibuang dari negeri mereka.
Mungkin kita tidak mengalami keadaan sampai “dibuang”, tetapi bisa jadi tak sedikit dari antara kita yang mengalami kesulitan karena rumah kita harus disita dan tidak tahu ke mana lagi kita harus menetap. Kita mungkin tidak “dibuang” dari negara kita, tetapi mengalami kesulitan untuk membayar biaya sewa kontrak rumah, dan kita tidak tahu harus tinggal di mana lagi.
Di ayat 19 dikatakan pada kita,
“Ingatlah akan sengsaraku dan pengembaraanku, akan racun pahit dan kepahitan.” (Terjemahan Baru Edisi 2).
Melalui ayat di atas, sang penulis hendak mengatakan bahwa hidupnya selama ini hanya berisi hal-hal pahit dan penuh kesengsaraan. Dan bila mau jujur, bisa jadi banyak dari antara kita yang mengalami banyak keadaan pahit sehingga melahirkan sebuah pertanyaan,
“Mengapa kita harus lahir ke dalam dunia ini, bila kita hidup hanya untuk melihat hal-hal pahit dan juga penuh dengan kesengsaraan?”
Ratapan 3:20.
Apa yang dinarasikan di dalam ayat 1-19 menggambarkan pada kita sebuah kondisi dan pemandangan di mana penulis dari kitab Ratapan mencoba menceritakan, apa yang dirinya sedang rasakan pada saat itu. Dan di ayat selanjutnya sang penulis mengungkapkan,
“Jiwaku selalu teringat akan hal itu dan tertekan dalam diriku.” (Ratapan 3:20).
Dari ayat di atas, ada sebuah pertanyaan yang mungkin muncul di dalam benak kita,
“Hal apakah yang diingat?”
Yakni mengingat apa saja yang telah dilalui selama ini di sepanjang hidup sang penulis mengenai berbagai penderitaan yang dialami, seolah-olah dalam hidup ini yang dihadapi hanyalah masalah demi masalah. Tidak ada hal lainnya yang dapat membuat dirinya berbahagia.
Keluh Kesah Asaf dan Habakuk.
Asaf juga mempergumulkan hal yang sama di dalam kitab Mazmur 73 yang ditulisnya,
“Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi.” (ayat 13-14).
Mengapa dirinya mengeluh? Karena,
“Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain.” (ayat 3-5).
Dan yang menjadi turning point / titik baliknya adalah ketika Asaf menuliskan pada kita,
“Tetapi ketika aku bermaksud untuk mengetahuinya, hal itu menjadi kesulitan di mataku, sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah, dan memperhatikan kesudahan mereka. Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka, Kaujatuhkan mereka sehingga hancur.” (ayat 16-18).
Bagaimana dengan Habakuk? Di dalam kemarahannya dirinya menulis,
“Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: “Penindasan!” tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik.” (Habakuk 1:2-4).
Belum reda kemarahannya, Habakuk malah diperlihatkan bagaimana Tuhan menghukum dan mendidik bangsanya dengan membangkitkan bangsa Kasdim,
“Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan. Sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang Kasdim, bangsa yang garang dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki tempat kediaman, yang bukan kepunyaan mereka.” (ayat 5-6).
Tetapi di pasal 2:1 menjadi turning point dari apa yang dialami Habakuk. Dirinya melakukan,
“Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara, aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankan-Nya kepadaku, dan apa yang akan dijawab-Nya atas pengaduanku.”
Ratapan 3:21.
Dari apa yang sudah dituturkan Asaf dan Habakuk, kita juga melihatnya di dalam Ratapan 3:21. Dalam ayat ini tertulis kata “tetapi” yang bersifat kontradiktif / bertentangan, dan di ayat ini menjadi turning point / titik balik dari sang penulis,
“Tetapi inilah yang kuperhatikan, sebab itu aku berharap:” (ayat 21).
Ketika seseorang mengalami depresi, mereka mengalami apa yang namanya state of mind / kondisi pikiran, perasaan, serta fisik tertentu. Kebanyakan dari mereka yang mengalami depresi diserang di bagian pikiran. Bisa jadi dirinya sedang beribadah di dalam gereja, memuji dan menyembah Tuhan, mendengar firman Tuhan diberitakan.. tetapi pikirannya berkecamuk ke mana-mana.
Di dalam versi King James Version-nya ditulis,
“This I recall to my mind..”
Inilah yang dipanggil dan dimasukkan ke dalam pikiran sang penulis, dan kita yakin apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang berkebalikan dari ayat 1-19. Sesuatu yang membuat iman dan pengharapannya dapat bangkit kembali.
Melaluinya kita dapat belajar bagaimana seseorang yang sebelumnya berada di dalam keadaan hopeless / tidak memiliki harapan, tetapi hidupnya dapat diubah dan dikuatkan kembali untuk memiliki harapan baru / new hope.
Memang kita tidak tahu akan apa yang terjadi di masa depan, bagaimana hal-hal teknisnya, bahkan mungkin untuk berharap saja kita tidak akan berani karena kondisinya sama sekali tidak bisa diharapkan dan diperkirakan.
Bahkan tak sedikit orang yang mungkin hari-hari ini sudah tidak mau lagi berharap pada Tuhan dikarenakan mungkin selama ini sudah yakin dan berharap, tetapi ternyata tidak terjadi apa-apa. Sehingga pada akhirnya mereka memutuskan lebih baik tidak usah berharap sama sekali, menjadi kecewa, serta mengatakan pada Tuhan,
“Kalau Tuhan mau menolong silakan, kalau tidak mau menolong, ya sudah tidak apa-apa.”
Di tengah keadaan hopeless, tidak memiliki keyakinan dan landasan untuk percaya pada janji-janji Tuhan, sang penulis dari kitab Ratapan bisa jadi mengatakan di dalam hatinya,
“Yaa memang benar bangsanya terbuang dan sedang berada di dalam pembuangan.. Yaa memang bangsanya sedang menderita dan mengalami kesulitan dalam bahan pangan.. Yaa memang Bait Suci sudah dihancurkan bangsa Romawi..”
Tetapi dirinya melanjutkan dengan perkataan,
“This I recall to my mind..”
Inilah yang akan aku renungkan dan pikirkan, dan sang penulis melanjutkannya dengan,
“therefore have I hope..”
Oleh karena itulah, aku memiliki harapan.
Ada sebuah quote yang sangat membangun,
If you cannot change your circumstances, change your perspective and your mindset.
Kalau kita sudah tidak dapat lagi mengubah keadaan yang ada, kita masih dapat mengubah sudut pandang kita dan juga pola kita berpikir.
Mungkin situasi dan kondisinya memang sudah tidak dapat diubah lagi.. kita masih di-PHK, kita juga masih dalam keadaan menderita sakit penyakit yang tak kunjung sembuh, dan juga berbagai permasalahan lainnya. Tetapi, kita masih dapat mengubah sudut pandang dan juga pola berpikir kita dalam menghadapi keadaan tersebut.
Beberapa waktu yang lalu Ibu Pdt. Lydia menengok putranya yang sedang dirawat dan bertemu dengan seorang ibu yang putrinya terkena kanker. Penyakitnya memang sama, yakni kanker, hanya saja putri dari ibu tersebut mendapat vonis dari dokter kalau kankernya sudah mencapai stadium akhir. Selain itu, tim dokter di Australia juga mengatakan bahwa usia dari putri ibu tersebut hanya tersisa beberapa bulan saja.
Vonis dan diagnosisnya sudah jelas, situasi dan kondisinya juga sudah tidak dapat diubah, tetapi putri dari ibu tersebut mengubah perspektif dan pola pikirnya. Dirinya berkata,
“Memang benar bahwa saya terkena kanker stadium akhir dan bisa jadi usia hidup saya memang sama seperti vonis tersebut, hanya tersisa beberapa bulan saja..”
Tetapi perempuan ini mau mengakhiri setiap bulan dengan gemilang yakni dengan berjalan keliling ke beberapa kamar di rumah sakit, menceritakan pada setiap pasien bahwa dirinya sudah menerima vonis dari dokter yang mengatakan hidupnya hanya tersisa beberapa bulan saja.. tetapi dirinya men-encourage / menguatkan banyak pasien di setiap ruangan untuk tidak berputus asa, tetap memiliki pengharapan, dan selalu mengucap syukur.
Perempuan ini memiliki pengharapan dan juga kerinduan untuk dapat menjalani kehidupan yang memuliakan nama Tuhan, dengan sisa waktu yang masih dipercayakan di dalam hidupnya.
Mukjizat Tuhan terjadi, melewati vonis yang sudah diberikan dokter, dirinya masih bertahan hidup hingga hari ini. Sudah 3 tahun lebih berlalu. Ketika perempuan ini mengubah perspektifnya, menjalani hidupnya dengan semangat dan tetap mengucap syukur.. maka dirinya menerima mukjizat Tuhan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Hal inilah yang di-recall / diingat kembali oleh sang penulis dari kitab Ratapan: Dirinya tidak mau mengenang sesuatu yang pahit, berbagai cerita “Seandainya” dan juga penyesalan. Sebab bila kita terus hidup dengan “Seandainya” dan tidak mau berdamai dengan masa lalu kita.. maka yang muncul darinya hanyalah kemarahan, dan bisa jadi kita memutuskan untuk hidup dengan tidak memiliki harapan kepada Tuhan lagi.
Hal apakah yang di-recall sang penulis Ratapan?
Pertama. Mengucap syukur untuk kasih-Nya yang besar di dalam hidup.
“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya,” (ayat 22).
“Because of the LORD’s great love we are not consumed,” (New International Version).
Kalau bukan karena kasih Allah yang besar, yang selama ini telah memberkati dan menjagai setiap kita, hidup kita pasti akan binasa. Kalau bukan karena Allah yang mengasihi hidup kita, sebaik apa pun kita berusaha untuk menjalani hidup ini, tetapi bila tanpa Kristus.. ujungnya tetap akan menuju pada kebinasaan kekal / Neraka.
Karena kasih Allah yang begitu besar dalam hidup kita, sesungguhnya bukanlah tanggung jawab Kristus untuk mati demi penebusan dosa-dosa kita. Tetapi semuanya dilakukan karena didorong kasih-Nya yang begitu besar pada setiap kita.
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16).
Sehingga bagi kita yang masih belum mengenal kasih Kristus, kita masih diberi kesempatan untuk dapat mengenal anugerah-Nya. Karena itu, alihkan pandangan kita bukan berfokus pada apa yang sedang dipergumulkan pada hari-hari ini, bukan pula pada kekecewaan kita.. tetapi pada kasih Allah yang begitu besar, yang mengasihi setiap kita.
Inilah ingatan yang dipanggil oleh sang penulis kitab Ratapan, yakni mengingat kasih Allah yang begitu luar biasa mengasihi hidupnya. Melaluinya kita juga diingatkan untuk selalu mengingat kasih Allah, kasih yang begitu besar sehingga setiap kita orang berdosa dianugerahkan keselamatan,
Kristus yang lahir di atas muka bumi, mati di atas kayu salib untuk penebusan dosa kita, dan pada hari yang ketiga bangkit dari kematian untuk mengalahkan kuasa maut.
Kedua. Kasih Allah yang tak berbatas.
Inilah yang dipanggil dan dimasukkan ke dalam pikiran sang penulis dari kitab Ratapan. Tidak lagi mengingat selama ini dirinya telah mengalami berbagai penderitaan, tetapi mengalihkan pandangannya / turning point pada kasih Allah yang begitu luar biasa, yang setia pada janji-janjiNya, yang bermurah hati pada orang yang menderita, dan kasih-Nya masih bisa diandalkan.
Ratapan 3:22-23.
“Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!”
“The steadfast love of the Lord never ceases; His mercies never come to an end; they are new every morning; great is your faithfulness.”
Ayat di atas berbicara tentang kasih Allah yang tidak akan pernah ada habisnya. Di dalam English Standard Version / ESV, sifat dari kasih Allah ditulis dengan memakai tiga kata berbeda yakni,
Pertama. Steadfast Love / Kasih Setia-Nya yang teguh.
Berbicara tentang Pribadi Allah yang setia, yang teguh memegang janji-janjiNya. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan,
“Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?” (Bilangan 23:19).
Kedua. Mercies / Rahmat.
Berbicara tentang belas kasih dari Allah terhadap orang-orang berdosa dan juga terhadap mereka yang sedang mengalami penderitaan. Ketika kita sedang bergumul, jangan lupakan bahwa kita masih memiliki Allah yang penuh dengan rahmat dan juga Allah yang rahimi / penyayang dan penuh belas kasihan.
Kita bisa mengandalkan Allah yang bermurah hati terhadap semua orang yang sedang mengalami pergumulan dan juga kesengsaraan. Tetaplah mengarahkan pikiran kita hanya pada Tuhan.
Ketiga. Faithfulness / Kesetiaan.
Berbicara tentang Allah yang setia, di mana kita dapat bersandar dan percaya penuh kepada-Nya. Bukannya kita tidak boleh bersyukur pada kepandaian, harta benda, dan juga pengalaman yang selama ini kita miliki.. tetapi jangan pernah sandarkan diri kita pada semuanya itu karena pada suatu hari kelak dapat habis, dan tidak selalu dapat diandalkan.
Sandarkan diri kita hanya pada kasih Allah yang setia dan tidak mungkin goyah, supaya iman dan harapan kita dapat bangkit kembali.
Ratapan 3:24.
“TUHAN adalah bagianku,” kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya.
“The Lord is my portion,” says my soul, (English Standard Version).
Apa yang kita sampaikan pada diri kita sendiri / self talking akan sangat menentukan bagaimana hidup kita nantinya. Kalau selama ini kita sering memperkatakan pada diri kita hanya hal-hal yang buruk saja, maka bisa jadi pada suatu hari kelak, akan terjadi tepat seperti apa yang sering kita perkatakan selama ini. So please, be wise..
Ketiga. Tuhan adalah bagianku.
Kalau kita dapat mengubah sudut pandang kita dan mau menujukan pandangan pada besarnya kasih Allah, yang di mana kelahiran-Nya kita peringati di bulan Desember ini.. maka hal ini sama seperti kita mendapatkan Warisan dan Janji Ilahi yang sangat luar biasa. Tetapi jangan pernah berfokus hanya pada pemberiannya saja, sebab kita dapat menjadi kecewa. Tetapi teruslah berfokus pada Sang Pemberi, pada Allah sendiri yang telah menjadi bagian di dalam hidup kita.. sehingga setiap kita nantinya dimampukan untuk dapat berkata,
Christ is enough for me. Kristus itu cukup bagiku.
Kalau seseorang sudah sampai berada di tahap ini, maka dirinya akan selalu dimampukan untuk dapat menjadi seorang Kristen yang tidak mudah goyah dengan keadaan apa pun yang terjadi di dalam hidupnya, imannya terus kokoh, dan harapannya bangkit. Ada new hope / harapan baru, yang Tuhan selalu berikan di dalam hidupnya.
Arahkan pandangan kita kembali pada-Nya. Mungkin bisa jadi saat ini kita masih dalam keadaan terpuruk, bergumul dengan beberapa hal yang masih belum menemukan ujung akhirnya.. tetapi terus arahkan pandangan kita hanya pada Kristus. Sebab hanya Dialah satu-satunya Sumber kekuatan dan pengharapan di dalam hidup kita.
“TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN.” (Ratapan 3:25-26).
Amin. Tuhan Yesus memberkati..
Comments