top of page

Elsypurnama Adisuputra - Hidup yang Dipersembahkan: Pembahasan dari Surat Galatia

  • mdcsbysystem
  • 3 jam yang lalu
  • 9 menit membaca

HIDUP YANG DIPERSEMBAHKAN: PEMBAHASAN DARI SURAT GALATIA.


Ditulis ulang dari sharing Bp. Pdt. Elsypurnama Adisuputra di Ibadah Minggu di MDC Ciputra World, pada Tgl. 9 November 2025.


Mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi bukan hanya agar kita mendapat tiket untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga saja, tetapi berbicara lebih dalam tentang “Hidup yang Dipersembahkan” bagi Dia, yang merupakan intisari dari Kekristenan dan semua yang terjadi di dalam hidup kita. Tema ini juga berbicara tentang menyerahkan kendali di hidup kita seutuhnya, kembali pada tangan Tuhan yang berdaulat.


Karena Dia sudah mengerjakan bagian yang tidak dapat kita kerjakan, yakni dengan menebus dosa kita di atas kayu salib dan bangkit dari kematian pada hari yang ketiga, hal ini berarti kita dapat mengerjakan bagian yang bisa kita kerjakan yakni dengan mempersembahkan hidup kita.


“Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Hidup yang sekarang aku hidupi secara jasmani adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” ‭‭(Galatia 2:19-20, TB-2).


Surat Galatia ditulis dengan gaya penulisan yang emosional dan tegas, karena selain surat ini ditulis pada saat Paulus baru memulai pelayanannya, surat ini juga langsung menanggapi krisis yang terjadi di dalam jemaat. Paulus menggunakan pengalaman pribadinya sebagai teladan, dan berargumen secara langsung melawan para pengajar palsu..


“Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.” (Galatia 1:6-9).


Surat Galatia juga ditulis untuk merespon ajaran yang mengatakan bahwa seorang percaya harus menaati hukum Taurat (misal sunat), baru mereka dapat diselamatkan. Paulus menegaskan bahwa pembenaran hidup kita hanya dapat terjadi karena kasih karunia Allah semata..


“Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: “tidak ada seorangpun yang dibenarkan” oleh karena melakukan hukum Taurat.” (Galatia 2:16).


Seorang percaya yang baru bertobat diajar pada saat itu kalau mau masuk ke dalam Surga harus ditambahi ini dan itu, ada “injil yang ditambahkan,” dan tentunya berbeda jauh dengan Injil yang sebenarnya. Padahal hidup kita dibenarkan hanya karena kasih karunia-Nya semata, bukan karena perbuatan yang kita lakukan. Pada saat itu bahkan ada yang mengajar untuk menjadi seorang percaya, khususnya bagi laki-laki, wajib disunat.


Paulus benar-benar melawan, karena semua pengajaran tambahan itu mengacaukan Injil Kerajaan Allah yang sesungguhnya, yang berbicara tentang apa yang Allah sudah kerjakan di dalam hidup kita, bukan tentang apa yang kita kerjakan bagi Dia. Untuk mendapat keselamatan bukan karena apa yang bisa kita kejar dan lakukan, tetapi karena apa yang sudah Tuhan kerjakan dan selesaikan di dalam hidup kita masing-masing.


Karena itulah ketika kita membaca surat Galatia, di dalam bingkai inilah Paulus mengatakan,


“Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah..” (Galatia 2:19).

Pertama. Kristus menjadi Prioritas dalam kehidupan kita.


“..melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Galatia 2:20a).

Penggalan ayat di atas menunjukkan adanya hubungan yang aktif dan terus bekerja secara dinamis, di dalam kehidupan umat percaya. Hal ini bukan hanya sekadar metafora tetapi menjadi kenyataan di mana Kristus menjadi Sumber kehidupan, kebijaksanaan, dan kekuatan kita yang baru.


Hal ini merupakan fondasi / dasar dari “Hidup yang Dipersembahkan” bagi Tuhan, menjadi kunci bagaimana Dia menjadi prioritas yang terutama di hidup kita. Melaluinya lahir pertanyaan,


“Hal apakah yang selama ini telah menjadi prioritas yang terutama di dalam hidup kita? Apakah selama ini kita masih rajin dan memprioritaskan, dalam membaca Alkitab? Apakah kita masih rajin untuk merenungkan kebenaran firman-Nya siang dan malam? Atau jangan-jangan kita baru membaca sedikit, kita malah langsung tertidur?”


Hal apa yang menjadi prioritas di dalam hidup kita, itulah yang nantinya akan menggambarkan siapa jati diri kita yang sesungguhnya, termasuk ketika diizinkan mengalami keadaan yang sulit. Apakah kita masih tetap mencari Tuhan dan kehendak-Nya yang terbaik? Atau kita malah mencari jawabannya di dalam dunia yang fana ini?


Dalam setiap pembuatan rencana dan pengambilan keputusan, apakah kita masih mengutamakan dan membawanya terlebih dahulu di hadapan Tuhan? Atau kita sudah menyusun terlebih dahulu banyak rencana, baru kita berdoa dan berserah agar Dia yang bertanggung jawab? Apakah selama ini kita sudah berdoa dan bertanya pada-Nya, apakah rencana-Nya atas hidup kita dan juga anggota keluarga kita?


Bertanyalah terlebih dahulu kepada Tuhan, akan apa yang menjadi kehendak-Nya yang terbaik. Bukannya malah kita menyusun dan meminta terlebih dahulu agar Tuhan mengabulkan semua permintaan kita, yang sering kali kebanyakan gagal karena bukan kehendak Tuhan yang terbaik bagi setiap kita.


Demikian pula dengan waktu, apa saja yang sudah kita habiskan dengannya? Apakah selama ini waktu kita hanya digunakan untuk hal yang sia-sia, dan mendukakan hati Tuhan? Atau kita mau untuk memperhatikan sesama, yang membutuhkan kasih dan pertolongan dari Tuhan?


Kristus haruslah menjadi prioritas yang utama di dalam hidup dan perjalanan kita, bukan hanya sekadar menjadi slogan belaka.


“..melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Galatia 2:20a).

Penggalan ayat di atas merupakan frasa yang indah, yang menunjukkan sebuah hubungan aktif yang terus dibangun antara Rasul Paulus dan Kristus. Hubungan ini bekerja secara dinamis, bukan hanya sekadar mengalir dengan begitu saja. Kita harus menyadari betul ada Roh Allah yang tinggal dan bekerja di dalam hidup kita, dan karena hal inilah kita bekerja sesuai dengan cara yang Tuhan mau. Bukan sesuai dengan cara dan maunya kita.


Tentu saja hal ini bukan hanya sebatas metafora, melainkan kenyataan yang terus dibangun,


“Kristus menjadi Sumber kehidupan, kebijaksanaan, dan kekuatan kita yang baru.”

Di mana kita memutuskan setiap perkara, baik besar maupun kecil, dengan selalu mengandalkan Tuhan di dalamnya. Saat kita lemah dan tak berdaya, siapakah yang akan kita cari terlebih dahulu? Apakah Pribadi Tuhan? Atau sesama kita dan apa yang ada di dalam dunia ini, baru setelah itu kita memutuskan untuk mencari Tuhan?


Kalau Kristus menjadi prioritas yang utama di dalam hidup kita, maka hal ini akan menuntun kita untuk dapat belajar di poin kedua,


Kedua. Berhenti Mengandalkan diri sendiri.


“..Aku telah disalibkan dengan Kristus..” (Galatia 2:19b).

Kata “disalibkan dengan Kristus” memiliki arti kita ini mau bersandar dan berhenti hidup menurut hikmat dan kekuatan kita sendiri yang terbatas, serta menyadari hanya Salib Kristus yang dapat menjadi penopang di dalam hidup kita.


Rasul Paulus menyadari bahwa dirinya sudah disalibkan bersama dengan Kristus. Melaluinya lahir sebuah pertanyaan,


“Apakah kita mau untuk mengambil bagian di dalam hal ini?”

Sebab manusia sering kali hanya mengandalkan kekuatan dan kepintarannya sendiri, mengandalkan rancangan-Nya yang dianggap terbaik. Padahal hikmat dan kekuatan kita sangatlah terbatas.


Tetapi pada saat kita memutuskan untuk mau bersandar pada Tuhan, maka Dia akan memperhatikan hidup kita dengan detail, yang bahkan tidak kita pikirkan sebelumnya.


Cara Tuhan bekerja itu pastinya berbeda dengan cara kerja dan apa maunya kita.


Bersandar bukan hanya kita pasif / berdiam diri, tetapi menyadari bahwa manusia lama kita sudah turut “disalibkan bersama Kristus” dan berhenti hidup menurut hikmat dan kekuatan kita sendiri. Kita berhenti dari sikap merasa mampu dalam menjalani segala sesuatu dengan kekuatan kita yang terbatas, dan menyadari hanya Salib Kristus yang menjadi penopang di dalam kehidupan.


Ketika berbicara tentang Salib Kristus, kita harus menyadari bahwa Tuhan sudah mengerjakan dan menyelesaikan segala sesuatu bagi hidup kita.


Pertanyaannya kini adalah,


“Apakah kita masih takjub dengan Salib Kristus? Apakah kita masih memiliki rasa hormat dan mengagumi keindahan karya Salib-Nya di dalam hidup kita?”

Maukah kita bersandar pada Salib Kristus yang dapat menopang hidup kita? Tuhan Yesus masih membuka lebar tangan-Nya dan merindukan kita untuk dapat datang kepada-Nya. Dialah Prioritas terutama di dalam hidup kita, dan kita masih bisa mengandalkan Dia. Ketika kita berhenti untuk mengandalkan diri sendiri maka kita,


Ketiga. Bersedia Mengorbankan keinginan pribadi.


“namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup..” (Galatia 2:20a).

Penggalan ayat di atas merupakan konsekuensi dari “matinya keakuan” kita. Sehingga hal ini memiliki arti bahwa “Hidup yang Dipersembahkan” itu berbicara tentang kita ini mau mengorbankan segala keinginan, ambisi, dan berbagai rencana pribadi untuk diselaraskan sesuai dengan kehendak Kristus yang terbaik, bagi hidup kita.


Bukan lagi kita yang hidup dengan maunya kita, tetapi Kristus yang memerintah hidup kita. Ketika ada yang bertentangan dengan panggilan dan kehendak Tuhan di dalam hidup kita, apakah kita berani untuk menyingkirkan semua hal yang bertentangan dengan kehendak Tuhan tersebut, dan memutuskan untuk tetap mengutamakan Dia?


Bukan berarti Tuhan selalu meminta semua hal yang kita sukai, tetapi Dia mengajar kita untuk memilih yang terbaik yakni, memilih kehendak-Nya di atas segala keinginan kita.


“Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Lukas 22:42).

Tuhan Yesus adalah teladan yang sempurna, Dia sendiri sudah mencontohkan bagi kita. Dia mau mengutamakan apa yang menjadi kehendak Bapa-Nya, lebih dari kehendak-Nya sendiri.


Karena itu, apa yang bisa kita persembahkan bagi Dia? Hal ini dapat dimulai dengan mengambil beberapa tindakan, kita bisa berkorban di dalam waktu, kesenangan, dan memutuskan untuk melayani Di-. Ini adalah kehendak dari Tuhan, langkah praktis dari apa yang namanya Hidup yang Dipersembahkan bagi Dia.


Setiap dari kita dipanggil, tetapi apakah kita mau meresponi dan mengerjakan panggilan-Nya?


Dia sudah memberi contohnya. Dia tidak hanya sekadar berkata dan menyuruh kita berkorban, tetapi Dia sudah mengorbankan nyawa-Nya,


“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Filipi 2:5-8).


Semua dilakukan-Nya agar kita dapat menikmati anugerah dan juga relasi yang diperbarui bersama dengan Dia. Firman Tuhan mengatakan,


“Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!” Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” (Roma 8:15-17).


Marilah kita mengambil bagian di dalam proyek besarnya Tuhan dengan mengorbankan keinginan pribadi kita. Di sepanjang perjalanan hidup, ini adalah puncak dari hidup yang dipersembahkan. Merupakan penyerahan diri seutuhnya,


Berserah pada Kehendak Kristus.


“..Hidup yang sekarang aku hidupi secara jasmani adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Galatia 2:20b, TB-2).


Kata “berserah” merupakan bentuk penyerahan diri yang utuh, dengan hati yang tulus dan penuh percaya pada pimpinan Allah yang memegang kendali penuh atas hidup kita. Karena iman yang kita miliki di dalam Yesus Kristus / Anak Allah bukan hanya pada saat nanti kita sudah berada di Surga saja, tetapi sekarang, pada saat di bumi.


Pada saat kita berdoa, kita sering menunggu dan menginginkan jawaban doa itu terjadi sekarang juga. Kita menjadi lupa untuk belajar menunggu dan bersandar hanya pada Dia. Sehingga di dalam doa kita hanya terus berbicara dan memberikan laporan, tetapi kita tidak mau lagi untuk melekat pada Pribadi-Nya.


Padahal ketika doa tidak dijawab sesuai dengan waktu, harapan, dan keinginan kita selama ini.. kita dapat belajar ayat firman Tuhan


“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28).


Apakah kita masih mempercayai-Nya?

Mengikuti pimpinan-Nya yang tak terduga itu berbicara tentang: Kita tetap bersedia dan memberi diri bahkan bila diizinkan sampai harus mengubah rencana terbaik yang sudah dimiliki sebelumnya. Kalau kita tidak bersandar pada Kristus, berarti kita hanya bersandar pada pengertian kita yang terbatas.


Mengikuti Kristus bukan hanya sebagian saja, tetapi seluruh hidup kita. Dengan hati yang tulus dan penuh percaya bahwa Dia yang memegang kendali penuh atas semuanya.


Berserah adalah pada saat kita mau bersabar menunggu waktu terbaik-Nya Tuhan. Berserah itu tidak pasif, hanya menonton saja. Tetapi terus mempercayai bahwa Tuhan masih sanggup melakukan yang terbaik, untuk menggenapkan setiap rancangan-Nya di dalam hidup kita.


Hidup yang Dipersembahkan pada Tuhan itu ketika kita menyadari, Kristus menjadi Prioritas yang utama di dalam kehidupan, kita berhenti mengandalkan diri dan kemampuan sendiri, bersedia mengorbankan keinginan pribadi, dan kita berserah pada apa yang menjadi kehendak Kristus di dalam hidup kita.


Hidup yang Dipersembahkan adalah sebuah perjalanan bersama Kristus, bukan tujuan akhir. Merupakan proses yang dijalani di setiap hari, di dalam hidup kita. Meski terdengar berat, tetapi Dia berjanji pada saat kita hidup di dalam penyerahan diri pada Kristus, maka kita akan menemukan makna hidup yang sesungguhnya..


Hidup yang berkelimpahan, dipenuhi dengan damai sejahtera, dan yang dapat memberikan makna di dalam hidup ini. Sehingga kita dapat menyanyikan lirik lagu “Sbab aku milik-Mu” karangan Sari Simorangkir ini dengan penuh keteguhan hati,


“S’bab aku ini milik-Mu, aku di dalam hati-Mu. Kasih setia-Mu yang menghidupkan aku. S’bab aku ini milik-Mu, tak kupertahankan hidupku. Biar kehendak-Mu kerjakanlah dalamku.”


Amin. Tuhan Yesus memberkati..

Komentar


bottom of page