top of page

Jose Carol - Worship in the Valley

  • mdcsbysystem
  • 3 jam yang lalu
  • 16 menit membaca

Catatan Khotbah: “Worship in the Valley.” Ditulis ulang dari sharing Bp. Pdt. Jose Carol di Ibadah Minggu di MDC Graha Pemulihan, pada Tgl. 31 Agustus 2025.


ree

Judul khotbah hari ini terdiri dari dua kata.


Yang pertama adalah kata worship yang biasanya dipakai untuk mengajar kita tentang apa itu penyembahan atau bagaimana caranya kita menyembah Tuhan. Kata ini memiliki hubungan dengan pujian dan penyembahan yang dinaikkan kepada-Nya. Lalu kata kedua adalah valley / lembah yang menggambarkan kondisi / keadaan yang pastinya bertolak belakang dengan apa yang namanya mountain top / puncak gunung.


Kata “puncak gunung” sendiri berbicara tentang pemandangan yang indah, udara segar, keadaan penuh dengan kemenangan di dalam kehidupan yakni tentang kesehatan kita yang baik, kondisi karier prima, keuangan kita surplus / tidak bermasalah, semuanya dalam keadaan baik.


Sebaliknya, “valley / lembah” sering kali dipakai untuk menggambarkan keadaan kekelaman, yang tidak ideal dan tidak indah seperti doa yang belum dijawab, kita tidak dapat melihat adanya jalan keluar, hasil dari apa yang kita doakan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan selama ini, kita tidak dapat melihat adanya titik terang dari tantangan yang sedang kita hadapi.. keadaan di mana hidup kita sedang tidak baik-baik saja.


Dari semuanya itu sampai ada pertanyaan,


“What to do when you don’t know what to do? Apakah yang akan kita lakukan, ketika kita tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan?”

Etimologi Worship.


Kata worship berasal dari bahasa Inggris kuno yakni kata worth dan ship, yang berbicara tentang bagaimana kita menempatkan nilai, bobot, dan juga prioritas pada sesuatu atau seseorang yang dianggap paling bernilai di dalam hidup. Contoh aplikasinya adalah, ada orang-orang yang memiliki hobi tertentu dan memberi nilai sedemikian rupa dalam hobinya ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang ini “worship / menyembah” hobi yang sudah diberi nilai lebih dari lainnya itu.


Ada juga yang menempatkan seseorang, pekerjaan, atau apa saja yang kita beri nilai terutama. Inilah yang didefinisikan sebagai worship / penyembahan.


Tetapi firman Tuhan berkata,


“Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” (Keluaran 20:3).

Tuhan tidak mau kita menempatkan ilah / sesuatu atau seseorang di dalam hidup, melebihi posisi-Nya yang seharusnya tetap berada di tempat yang terutama.


Worship = Proskuneo.

“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” (Yohanes 4:23).


Di dalam bahasa Yunani, kata yang dipakai untuk “menyembah” di ayat di atas memakai kata proskuneo (προσκυνέω), yang memiliki arti membungkuk, bersujud, atau mencium sebagai tanda penghormatan, ketaatan, dan juga ketundukan hati kita kepada Tuhan.


Karena itulah apa yang kita beri nilai tertinggi, apa yang kita “cium” merupakan sesuatu yang kita anggap sangat berharga.. kita menunjukkan sikap bahwa kita sedang menghormati dan memberi nilai serta bobot yang sangat tinggi pada apa yang sedang kita worship / sembah.


Kalau kita mengatakan bahwa kita ini menyembah Tuhan, maka hal ini seperti kita memberi sebuah “ciuman” pengagungan dan penghormatan tertinggi kepada-Nya. “Ciuman” kita kepada Tuhan ini bisa diungkapkan melalui pujian dan penyembahan kepada-Nya, tetapi bisa juga diungkapkan melalui kehidupan kita di keseharian.


“Penyembahan yang sejati lahir dari hati yang berakar di dalam Kristus, melalui persatuan dengan Roh Kudus, dan sesuai dengan kebenaran-Nya.”

Jadi kalau kita mengatakan bahwa kita menyembah Tuhan di dalam roh dan kebenaran, pasti kita mau taat untuk melakukan kebenaran firman Tuhan di dalam Alkitab. Karena tidak mungkin kita menyembah Dia di dalam roh dan kebenaran, tetapi kita menciptakan kebenaran kita sendiri, dan tidak mau melakukan kebenaran firman-Nya.


Setiap dari kita telah diselamatkan dan ada Roh Allah yang telah tinggal, menyatu, dan hidup bersama dengan kita. Karena alasan inilah hidup kita dapat berubah, serta dimerdekakan untuk dapat hidup dan melakukan kebenaran firman Tuhan. Sehingga melaluinya dapat dikatakan bahwa kita juga menyembah-Nya di dalam kebenaran.


Tetapi kita menjumpai ada beberapa orang yang katanya selama ini takut dan menyembah Tuhan, tetapi dalam keseharian, hidupnya sama sekali tidak sesuai dengan kebenaran firman-Nya. Standar dalam menjaga integritas di hidupnya bukan berdasarkan kebenaran firman Tuhan, tetapi hanya berdasar mencari cuan / untung saja.


“Kita tidak dapat menyembah Dia tanpa ikut mencintai dan peduli pada apa yang Dia cintai.”

Kita tidak menyembah Tuhan hanya karena alasan agamawi, tetapi kita mau mencintai dan peduli pada apa yang Dia peduli dan cintai.


Ketika melakukan hal ini, maka hidup kita pasti juga akan mengalami perubahan sama seperti perempuan Samaria yang sudah berjumpa dengan Dia. Bahkan di akhir kisahnya yang ditulis di dalam Yohanes pasal 4, tidak hanya perempuan ini yang hidupnya diubahkan tetapi juga penduduk di kota Samaria pada akhirnya mengenal Kristus,


Ketika orang-orang Samaria itu sampai kepada Yesus, mereka meminta kepada-Nya, supaya Ia tinggal pada mereka; dan Iapun tinggal di situ dua hari lamanya. Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya, dan mereka berkata kepada perempuan itu: “Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat dunia.” (Yohanes 4:40-42).


Tetap Memutuskan Menyembah Tuhan.


Itulah sebabnya dengan kita belajar bagaimana caranya worship in the valley / tetap memutuskan untuk menyembah Tuhan walau kita masih berada di titik terendah di dalam kehidupan.. kita belajar bagaimana caranya untuk mengantisipasi keadaan yang tidak ideal dan tidak baik-baik saja, yang Tuhan izinkan sedang terjadi di dalam hidup kita.


Sebab terkadang satu-satunya cara untuk melihat bagaimana kuasa Tuhan dinyatakan adalah, pada saat kita berada di dalam keadaan yang benar-benar membutuhkan kuasa dan mukjizat-Nya.


Saat di mana kita berada di dalam keadaan no choice / tidak ada lagi pilihan lainnya, selain dari bergantung dan berharap sepenuhnya hanya kepada Tuhan. Saat di mana kita tidak lagi memiliki alasan untuk menyembah Tuhan, tetapi kita tetap memutuskan untuk menyembah Dia.


Justru pada saat kita sedang berada di dalam “lembah kehidupan,” di sanalah akan terlihat penyembahan sejati kita.


Tetapi alih-alih tetap menaruh harapan hanya kepada Tuhan, tak sedikit orang yang mulai mempertanyakan dan meragukan di mana kebaikan, kesetiaan, dan kuasa Tuhan di dalam hidupnya ketika semua doa dan harapan tidak dijawab sesuai dengan timeline / garis waktu yang diinginkan. Sebab selama ini pengertian kita tentang kebaikan Tuhan hanya sebatas pada jalan di dalam hidup yang selalu lancar, pintu terbuka lebar, dan sama sekali tidak ada masalah.


Sehingga dengan pengertian yang terbatas ini, kita hanya menjadi anak-anak dalam level kerohanian, yang menganggap bahwa Bapa itu baik hanya pada saat keinginan kita dijawab semua. Kita harus belajar untuk bertumbuh dewasa secara rohani, dan memiliki pengenalan Bapa yang benar di dalam kehidupan kita.


Dia tidak pernah terintimidasi karena ancaman dari umat-Nya. Ketika Iblis terus mencobai pada saat di padang gurun (Matius 4:1-11), Tuhan Yesus cukup hanya menjawab sesuai dengan apa yang tertulis di dalam kebenaran firman-Nya yang ada di dalam Perjanjian Lama, dan Dia tidak perlu membuktikan siapa jati diri-Nya sebagai Allah yang Mahakuasa, hanya karena pada saat itu Dia diancam dan diprovokasi Iblis.


“Lembah”, bukan “Puncak”, adalah tempat terbaik untuk kita diuji sampai sejauh mana kejujuran dan pernyataan iman kita selama ini kepada Tuhan. Apa yang keluar dari dalam hidup kita, pada saat kita diizinkan berada di dalam lembah kehidupan?


Pada waktu kita terjepit, hati kita sedang sakit.. apa yang keluar dari mulut kita, akan menyatakan apa yang paling berharga di dalam hidup kita.


Tidak ada jalan pintas. Sebab di dalam lembah kehidupan akan mengungkapkan siapa jati diri kita yang sesungguhnya, serta pada dunia, akan apa dan siapa yang kita sembah selama ini. Siapa dan apa yang selama ini paling bernilai, dan yang menjadi bobot serta prioritas di dalam hidup kita.


Semuanya akan terlihat, pada saat kita sedang berada di dalam lembah kehidupan.


Kisah Paulus dan Silas.


Dari ayat Terjemahan Sederhana Indonesia (TSI) di bawah ini kita dapat belajar pada saat Tuhan mengizinkan Paulus dan Silas mengalami keadaan menyembah di dalam “lembah kehidupan”, hal apakah yang mereka perbuat? Selain itu kita juga dapat belajar bagaimana penyembahan sejati itu keluar dari sebuah kehidupan, yang pada akhirnya memiliki dampak besar atas kota Filipi.


“Pada hari lain, waktu kami pergi lagi ke tempat berdoa di pinggir sungai itu, kami berhadapan dengan seorang perempuan peramal. Dia bekerja pada beberapa orang majikan. Perempuan itu sudah dirasuki oleh setan yang membuat dia mampu meramalkan masa depan. Dan setiap orang yang datang kepadanya untuk diramal harus membayar kepada majikannya. Jadi majikan-majikannya mendapat banyak uang karena peramal itu. Dia terus mengikuti Paulus dan kami sambil berteriak-teriak, “Orang-orang ini adalah hamba Allah Yang Mahatinggi. Mereka memberitakan kepada kita tentang jalan keselamatan.”” (‭‭Kisah‬ ‭16‬:‭16‬-‭17‬, TSI).


Perkataan yang disampaikan peramal itu adalah kebenaran, bahwa Paulus dan Silas adalah hamba Allah Yang Mahatinggi. Tetapi di ayat selanjutnya dituliskan pada kita bahwa kesabaran Paulus habis, karena berhari-hari perempuan tersebut mengatakan kebenaran tersebut.


Melatih kesabaran, kebaikan, dan kesetiaan tetap membutuhkan keberadaan orang lain. Kita tidak akan bisa sendirian untuk melatih hal ini.


“Berhari-hari dia melakukan itu sampai kesabaran Paulus habis. Jadi Paulus berbalik dan berkata kepada setan itu, “Atas nama Kristus Yesus, saya perintahkan kamu keluar dari perempuan ini!” Saat itu juga setan itu keluar.” (ayat 18, TSI).


Dari ayat di atas kita juga belajar bahwa Paulus berbalik dan berkata pada setan, pada kuasa yang bekerja di balik perkataan perempuan ini. Paulus tidak bermusuhan dengan perempuan ini.


“Tetapi waktu para majikannya melihat bahwa sumber penghasilan mereka sudah tiada, mereka menangkap Paulus dan Silas lalu menyeret mereka berdua ke tempat pertemuan umum di pasar untuk menghadap pejabat-pejabat kota. Lalu di hadapan para pejabat, majikan-majikan itu berkata, “Dua orang Yahudi ini mengacaukan penduduk kota kita! Mereka mengajarkan adat istiadat orang Yahudi yang tidak pantas untuk kita lakukan sebagai warga negara Romawi!” Orang banyak juga ikut mempersalahkan kedua rasul itu. Lalu para pejabat itu merobek-robek pakaian Paulus dan Silas sampai mereka telanjang, lalu memerintahkan supaya mereka berdua dipukuli dengan tongkat. Sesudah dipukuli sampai babak belur, mereka dimasukkan ke dalam penjara. Pejabat-pejabat kota menyuruh kepala penjara untuk menjaga mereka dengan ketat.” (ayat‬ ‭16‬:‭19‬-‭23‬, TSI‬‬).


Isu dari ayat di atas sebenarnya bukanlah tentang hal spiritual, tetapi lebih pada finansial. Ketika setan yang bekerja melalui perempuan tersebut diusir keluar, hal ini menyebabkan sumber penghasilan dari majikannya berkurang. Bisnisnya mengalami gangguan sehingga akhirnya,


“Karena perintah itu, maka kepala penjara memasukkan Paulus dan Silas ke dalam ruangan yang paling dalam dan aman dalam gedung itu. Kemudian kaki mereka dipasung.” (ayat 24, TSI).


Paulus dan Silas dimasukkan ke dalam ruangan paling dalam dengan keadaan badan yang sudah dipukuli dan babak belur, mental mereka dibuat hancur karena di ayat sebelumny dikatakan pakaian mereka dirobek sampai telanjang. Kaki mereka di ayat di atas juga dipasung.


“Tetapi kira-kira tengah malam, Paulus dan Silas berdoa serta menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Allah, dan para tahanan yang lain ikut mendengarkan mereka.” (ayat 25, TSI).


Keadaan yang dialami Paulus dan Silas sangat tidak mengenakkan. Tetapi di ayat di atas dikatakan mereka menaikkan lagu pujian dari “lembah kekelaman” yang sedang mereka alami.


Hal ini melahirkan pertanyaan,


“Berapa banyak dari antara kita yang memutuskan untuk tetap setia mengiring Tuhan, serta tetap memilih untuk memuji dan menyembah Tuhan.. sekalipun kita masih berada di dalam lembah kehidupan, yang masih belum ada titik terangnya?“


Kita telah belajar bahwa kata worship itu berasal dari kata worth dan ship, dan kita menyembah apa yang kita anggap paling berharga di hidup ini. Sekalipun Paulus dan Silas mengalami keadaan tidak mengenakkan, mereka memutuskan untuk tetap menaikkan pujian dan penyembahan mereka pada Tuhan. Mereka tahu bahwa Tuhan Yesus adalah segala-galanya dalam hidup mereka.


Saat kita bahagia, mendapat bonus di pekerjaan, semua laporan kesehatan baik, promosi di pekerjaan lancar.. sangat mudah bagi kita untuk menaikkan pujian dan penyembahan terhadap-Nya. Tetapi bagaimana bila kita diizinkan berada di dalam keadaan terpuruk? Saat pikiran kita dipenuhi ketakutan, cemas, dan rasa kuatir? Saat kita ditipu, disakiti, dan difitnah orang, baru saja mendapat laporan kesehatan yang buruk, dan juga menghadapi berbagai permasalahan lainnya.


Di ayat 25 dikatakan bahwa Paulus dan Silas menaikkan pujian dan penyembahan pada Tuhan, sampai terdengar tahanan lainnya. Dan hal ini dilakukan saat keadaannya sedang tidak ideal.


Penyembahan yang benar adalah penyembahan yang tetap mempercayai bahwa Tuhan itu baik, sekalipun kita tidak merasakan apa-apa, dan bahkan kita mungkin diizinkan sama sekali tidak melihat jejak kebaikan-Nya di dalam hidup kita.


Tetap mempercayai hati-Nya yang selalu rindu untuk memberi yang terbaik bagi diri kita, adalah sebuah keputusan yang harus diambil di setiap harinya. Tetaplah memilih untuk memuji dan menyembah Tuhan, apa pun musim kehidupan yang sedang kita lalui.


Tetap memilih untuk berterimakasih pada Tuhan, sekalipun kita masih di dalam “badai kehidupan”, tetapi kita tetap percaya bahwa Tuhan itu masih baik bagi hidup kita. Sebab,


Iman yang matang dan dewasa tidak bergantung dan menunggu hanya pada mood / perasaan kita saja, tetapi pada pengenalan kita pribadi yang mengenal jelas siapa Pribadi Tuhan yang terus bekerja di dalam hidup kita.


“Tiba-tiba terjadi gempa bumi yang hebat sehingga batu-batu fondasi penjara itu terguncang. Semua pintu penjara terbuka, dan semua rantai para tahanan terlepas.” (ayat 26, TSI).


Kita semua berharap pada saat berada di dalam lembah kehidupan, lalu kita menaikkan pujian dan penyembahan, ada kuasa dan mukjizat Tuhan yang dinyatakan. Semua rantai dan belenggu yang selama ini mengikat, jadi terlepas..


Laporan kesehatan membaik, saldo bank bertambah, semua utang kita Tuhan lunasi, dan banyak doa kita selama ini dijawab Tuhan.


Tetapi tidak selalu pada saat kita menaikkan pujian dan penyembahan kepada-Nya terjadi “gempa bumi dan semua rantai terlepas”, dan jawaban dari permohonan doa kita selama ini lalu datang.


Bagaimana bila Tuhan izinkan tidak ada perubahan? Apakah hal ini akan mengubah sifat-Nya, dan Dia bukan lagi Allah yang setia?


Tentu jawabannya tidak.


Tetapi bersediakah kita untuk tetap menempatkan Tuhan di tempat yang terutama di dalam hati kita serta berkata kepada-Nya,


“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Mazmur 23:4).


Sekalipun rantai belenggu masih diizinkan tidak terlepas, doa kita masih belum terjawab, kondisi kita masih belum baik, keadaan kita masih belum berubah.. kita tidak akan merubah keyakinan bahwa Tuhan itu tetap baik, dan kita tetap menempatkan Dia di tempat yang utama.


Kita memutuskan untuk tetap hidup di dalam kebenaran firman Tuhan, dan kita bisa mempertanggungjawabkan hidup kita pada Roh Kudus yang tinggal di dalam diri kita.


Ini adalah worship / penyembahan kita, yang menyembah-Nya di dalam roh dan kebenaran.


Hal apa yang dapat kita lakukan, saat rantai / belenggu tersebut diizinkan tidak terlepas?


Pertama. Berani jujur pada Tuhan.


Tetaplah berfokus pada kebenaran firman Tuhan dan pada kedaulatan-Nya.


Ada perbedaan antara mengeluh / complaining dengan meratap / lamentations. Kedua kata ini memiliki pengertian yang tidak sama.


Mengeluh / complaining adalah tuduhan pada Tuhan, seolah-olah Dia tidak peduli, dan kita meragukan karakter-Nya. Tetapi kalau kita meratap / lamentations, kita berseru pada Tuhan di dalam kejujuran. N.T. Wright mengatakan,


“Ratapan adalah seruan kita pada Tuhan, berdasarkan keyakinan pada karakter-Nya.”

Di dalam meratap kita bisa jujur, menangis, dan berteriak pada Tuhan. Kita tidak mengabaikan apa yang kita rasakan, tetapi kita juga tidak meragukan kebaikan dan kesetiaan-Nya. Sama seperti Paulus dan Silas yang bisa saja mengeluh pada saat badannya sakit setelah dipukuli, tetapi mereka berani jujur dan berteriak pada Tuhan.


“Kejujuran dan kepedihan yang diungkapkan dengan jujur pada Tuhan, akan membantu kita untuk memindahkan fokus dari keterbatasan kita sebagai manusia, kepada kebesaran dan kedaulatan Tuhan yang tidak terbatas.”


Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Daniel 3:16-18).


Dari ayat di atas kita dapat belajar dari jawaban Sadrakh, Mesakh dan Abednego bahwa ketegasan itu tidak perlu dengan suara yang lantang.


Mereka bertiga percaya dan tidak memiliki keraguan bahwa El Shaddai yang mereka sembah selama ini sanggup untuk melepaskan mereka. Tetapi sekalipun mereka tidak mengerti dan belum mendapat jawaban-Nya pada saat itu, mereka tetap mempercayai bahwa keputusan Tuhan tetap adalah yang terbaik.


Kita telah belajar tentang apa itu Jehovah Rapha atau Tuhan yang menyembuhkan, dan Jehovah Jireh atau Tuhan yang menyediakan. Tetapi sekalipun masih belum ada jawaban doa yang kita dapatkan dari-Nya, jangan pernah meragukan kebaikan dan kesetiaan Tuhan. Tetaplah menempatkan Tuhan di tempat yang utama.


“Ya Tuhan, sampai kapan aku harus berseru meminta pertolongan? Kapan Engkau akan mendengar dan menyelamatkan kami dari penindasan? Mengapa Kaubiarkan aku melihat begitu banyak kejahatan? Masakan Engkau tahan melihat begitu banyak pelanggaran? Di mana-mana ada kehancuran dan kekerasan, perkelahian dan perselisihan. Hukum diremehkan dan keadilan tak pernah ditegakkan. Orang jahat menjadi unggul atas orang yang jujur, maka keadilan diputarbalikkan.”

(‭‭Habakuk‬ ‭1‬:‭2‬-‭4‬, BIMK). ‬‬


Habakuk mengungkap dengan jujur semua perasaannya, dan bila kita mempelajari akhir dari kisahnya, maka kita akan menemukan tidak ada kisah sukses darinya. Tidak ada solusi dan jawaban dari banyak permohonan doanya. Bahkan di setiap pasal, keadaannya malah semakin memburuk.


Demikian pula kita menemukan bahwa berulang kali anak-anak Tuhan mengalami perlakuan yang tidak adil. Kita merasa kalau Tuhan itu baik, mengapa untuk beberapa hal sepertinya tidak ada keadilan dan pertolongan dari-Nya?


Alkitab tidak mencatat semua yang didoakan selama ini dijawab Tuhan, tetapi setiap tokoh dan pahlawan iman di dalam Alkitab berani jujur pada Tuhan, dan mengungkapkan apa yang mereka sedang rasakan di dalam hatinya, kepada-Nya.


Kedua. Berani untuk menyatakan iman percaya kita pada Tuhan.


Penyembahan sejati bukan tentang bagaimana perasaan kita, tetapi tentang siapa Pribadi Tuhan yang kita sembah. Karena itu kita perlu mengenal pribadi siapa diri-Nya. Selain itu, pujian dan penyembahan yang kita naikkan juga menyatakan kebesaran Tuhan di dalam hidup kita.


Betapa berharganya Dia bagi kita, dan hal ini bisa didapat ketika kita mengenal siapa Pribadi-Nya. Ada sesuatu yang dapat kita rasakan dan hal ini mengubah apa yang ada di dalam hati kita, ketika kita mengungkap rasa cinta kita kepada-Nya.


Memuji dan menyembah Tuhan bukan lagi soal bagaimana perasaan kita, tetapi keputusan yang kita ambil di setiap harinya.


Neurophysiological Benefits of Worship (The Journal of Biblical Foundations of Faith and Learning) menuliskan riset bagaimana dampak penyembahan kita pada Tuhan dan membaca firman Tuhan di dalam Alkitab itu membawa dampak kesehatan bagi tubuh dan jiwa kita.


Di dalam penelitian ini dituliskan kalau setiap orang yang memiliki kebiasaan menyembah Tuhan selama dua belas menit, mereka menunjukkan ada peningkatan kemampuan dalam penerapan pemikiran dan perasaan yang berempati, dan mampu untuk lebih mengasihi sesamanya. Ada perkembangan di dalam perasaannya untuk bisa lebih sensitif merasa apa yang dirasakan sesamanya. Mereka menjadi orang-orang yang lebih menarik dan menyenangkan, lebih pemaaf, dan lebih mudah mempercayai orang lain.


Menyembah selama dua belas menit di tiap harinya bisa mengubah di bagian saraf dan perasaan, hidup dan tubuhnya bisa berubah.


Selain itu ada dampak psikis yang terukur seperti penurunan tingkat depresi dan kecemasan / anxiety, rasa nyeri yang kronis—inflamasinya menurun, dan juga mengalami penurunan di dalam gangguan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) tanpa harus meminum obat-obatan.


Semuanya ini adalah hasil dari penyembahan selama dua belas menit di setiap harinya. Kalau penyembahan dijadikan sebagai gaya hidup, maka bisa mengubah tubuh dan pikiran kita serta dapat membantu kita untuk semakin dekat pada Tuhan, dan mendapat ketenangan di dalam jiwa kita.


Karena itu beranilah untuk jujur dan tidak meragukan kebaikan Tuhan. Perkatakan iman kita di setiap harinya. Memang semuanya tidak terlihat sensasional, sama seperti seseorang yang memutuskan untuk rutin berjalan kaki di setiap harinya. Tetapi lama-kelamaan kita akan mendapati pola hidup kita berubah. Deklarasikan iman kita,


“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Mazmur 23:4).


Sekalipun Tuhan tidak pernah berjanji bahwa hidup kita akan baik-baik saja, tetapi Dia berjanji tidak akan pernah meninggalkan diri kita sendirian.


“Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.” (Habakuk 3:17-18).


Sekalipun omzet hasil penjualan kita menurun drastis, laporan kesehatan masih belum ada perubahan, apa yang kita doakan selama ini belum berubah.. jangan pernah ragu kalau Tuhan tetap mengasihi dan menyertai setiap kita.


Apa yang dialami Habakuk bukanlah seperti seseorang yang kehilangan ingatan. Demikian pula dengan apa yang kita alami. Kita bisa melihat apa yang terjadi, dan tidak mengabaikan semua realitas yang berada di sekitar kita. Tetapi melalui semuanya itu, marilah kita berani jujur kepada Tuhan. Sekalipun keadaannya masih belum membaik, tetapi hati kita tetap berfokus dan tetap setia hanya kepada-Nya.


Ketiga. Menjadikan penyembahan sebagai sebuah gaya hidup dalam keseharian.


Hasil dari worship in the valley / tetap memutuskan untuk menyembah Tuhan walau kita sedang berada di titik terendah di dalam kehidupan.. bukanlah untuk melihat segala belenggu dan penjara di dalam kehidupan kita menjadi terlepas. Tetapi pesan dan tujuannya ada di dalam ayat ini,


“Lalu kepala penjara itu terbangun. Waktu dia melihat pintu-pintu penjara sudah terbuka, dia mencabut pedangnya hendak bunuh diri, karena dia mengira semua tahanan pasti sudah kabur. Tetapi Paulus berteriak keras-keras kepadanya, “Jangan, Pak! Jangan bunuh diri! Kami semua masih ada di sini.” Mendengar itu, kepala penjara menyuruh budaknya mengambilkan pelita, lalu berlari ke dalam dan dengan gemetar bersujud di depan Paulus dan Silas. Kemudian dia mengantar mereka berdua ke luar dan bertanya, “Bapak-bapak, apa yang harus saya lakukan supaya saya diselamatkan?” Lalu jawab mereka, “Percayalah kepada Tuhan Kristus Yesus, maka kamu akan diselamatkan. Ajaklah juga semua orang di rumahmu untuk percaya.” Malam itu juga, kepala penjara itu membawa Paulus dan Silas ke rumahnya, membersihkan luka-luka mereka, dan memberi mereka makan. Lalu mereka menyampaikan Kabar Baik tentang Tuhan Yesus kepadanya dan semua orang yang tinggal di rumahnya. Kemudian dia bersama yang lainnya dibaptis, dan mereka semua bergembira karena mereka sudah percaya kepada Allah.” (kisah Rasul 16:27-34, TSI).


Puji Tuhan bila pada saat kita memuji dan menyembah Tuhan di dalam lembah kehidupan, setelah itu semua pintu penjara dan belenggu terlepas. Tetapi kita dapat belajar ketika Tuhan mengizinkan kita berada di dalam lembah kehidupan.. semuanya itu bukanlah untuk menyiksa dan menghancurkan, tetapi karena ada orang-orang yang perlu melihat Tuhan dan dikuatkan melalui hidup kita.


Mereka melihat pilihan yang kita ambil, yang di mana kita memutuskan untuk tetap menjadi berkat dan terang Kristus bagi sesama.. sekalipun kita masih berada di dalam lembah kehidupan.


Sekali lagi bukan dengan caranya kita, tetapi dengan cara-Nya Tuhan. Sehingga kita dapat melihat bahwa,


“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28).


Karena itu apakah kita bersedia berkata,


Gunung boleh bergoyang, laut boleh bergelora, tetapi kita akan tetap menyembah Tuhan di dalam setiap lembah kehidupan yang sedang kita lewati..


“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Mazmur 23:4).


You Shut Up! Demon.


Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. (Markus 4:39).


Ketika Tuhan Yesus menghardik angin dan berkata pada danau, kata “diam” (dalam konteks perintah Yesus “Tenanglah!”) berasal dari kata Yunani “σιγά” (siga), yang berarti diam, sunyi, membungkam, dan memiliki arti sebagai perintah untuk menghentikan suara, menghentikan gerakan, atau menjadi tenang. Dia mengucapkan kata ini kepada angin dan danau yang mengamuk sehingga membuat mereka berhenti dan menjadi tenang, menggambarkan kuasa-Nya atas alam.


Tetapi ada penafsiran lainnya yang menunjukkan bahwa Tuhan Yesus sedang berbicara dan menyuruh diam pada kata ganti orang kedua tunggal. Contoh kata ganti orang kedua tunggal dalam Bahasa Indonesia adalah kamu, Anda, engkau, dan kau. Dengan kata lain, Tuhan Yesus sedang berkata pada oknum / Iblis yang membuat para murid mengalami ketakutan, yang di mana Iblis memanfaatkan bencana alam pada saat itu, sehingga fokus para murid tidak lagi tertuju pada Tuhan Yesus, tetapi pada ketakutan.


Memang kita harus berbijaksana atas setiap kesulitan yang sedang dialami. Kalau kesulitan tersebut berasal dari dosa dan kecerobohan kita sendiri, maka kita bisa meminta ampun pada Tuhan dan memohon kasih anugerah serta pemulihan dari-Nya untuk dapat melaluinya.


Tetapi bila kesulitan yang sedang kita alami ini disebabkan oleh pekerjaan si jahat, padahal kita selama ini sudah berbuat benar, maka kita bisa berkata tegas terhadap segala intimidasinya..


You Shut Up! Demon.


Pengalaman para murid untuk melihat kuasa Tuhan dinyatakan, tidak dilihat dan ditemukan dari danau yang tenang. Demikian pula hal yang sama, sering kali Tuhan mengizinkan setiap kita berada di dalam lembah kehidupan karena ada banyak hal yang dapat dipelajari dan kita dapat melihat adanya campur tangan Tuhan, hanya pada saat kita sedang berada di dalam lembah kehidupan.


Deklarasikan setiap janji yang ada di dalam firman-Nya. Melalui setiap tantangan dan ujian yang diizinkan-Nya terjadi di dalam hidup kita, teruslah mempercayai bahwa,


“Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.” (Zakharia 4:6).


Ada penyertaan Tuhan yang setia di dalam hidup, karena kita adalah milik-Nya dan berada di dalam genggaman tangan-Nya yang berkuasa.


Melaluinya kita dapat berkata,


“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Mazmur 23:4).


Amin. Tuhan Yesus memberkati..

Komentar


bottom of page